Cincin Langit Perak


By: Divanese





Apa yang membuat kita
Selalu menanti sesuatu dengan semangat
Dan jantung berdebar?
Itu karena kita tahu
Bahwa keajaiban bisa saja terjadi!


Suara cipratan air yang terinjak sepasang kaki mungil itu memecah lamunan seorang pria yang dari tadi memandang butir-butir hujan yang menerpa badan mobilnya. Keputusannya mencari inspirasi di tempat ramai seperti ini mulai membuatnya merasa bersalah karena gangguan sekecil itu pun mampu mengusik pikirannya. Kepalanya digerakkan untuk melirik pemilik kaki itu. Seorang gadis memakai payung merah marun dengan hiasan kelopak sakura secara perlahan mulai muncul di permukaannya. “Payung yang bagus!” gumamnya sambil menatap beberapa orang yang berlari menuju tempatnya berlindung.

Banyak ekspresi yang muncul sebagai respon atas turunnya hujan secara tiba-tiba. Rasa terkejut. Seorang pria langsung meloncat ke halte. Rasa takut dan cemas. Beberapa mahasiswa melongok jamnya dengan wajah tegang. Rasa senang bagi anak-anak yang sedang mengeluarkan tangannya dari jendela mobil. Akan tetapi, seeorang langsung menarik tangannya ke dalam dan menutup kaca rapat-rapat.

Pria berjaket hitam itu tersenyum sekilas sementara mobil mewahnya memandangnya penuh selidik. Bukankah seharusnya dia tetap berada dalam mobil dan melanjutkan perjalanan? Tentu saja dia tidak perlu berteduh di halte kecil itu karena dia membawa mobil pribadi.

Hujan bermetamorfosis menjadi gerimis. Cahaya matahari yang tipis mengubahnya menjadi selendang keemasan. Beberapa orang mulai meninggalkan halte. Begitu pun pria berkulit putih itu. Tangannya mengangkat tas mungil yang memiliki warna senada dengan jaketnya kemudian merogoh kantongnya.

Seakan ini adalah sebuah keajaiban, dia terpana menatap gadis berpayung merah marun itu yang ternyata sudah berdiri di pinggir jalan. Entah merenungkan apa di bawah payung dan gerimis yang berkilauan, yang pasti hal itu telah mencuri perhatian seseorang. Dengan tergesa, pria muda itu membuka tas dan mengambil kamera andalannya.

“Gambar yang sempurna,” gumamnya sambil memandang foto gadis berpayung yang sedang melamun di bawah gerimis yang hangat. Senyum kepuasan di wajahnya menandakan bahwa keputusannya datang ke tempat ini bukan lagi sebuah penyesalan. Dia benar-benar gembira sehingga butuh waktu yang lama untuk menghapus senyuman di wajahnya.

Kilauan itu berasal dari cahaya langit perak. Dia mengamati kilauan itu hingga ke ekspresi wajah modelnya.

“Tunggu!” Si pria mengamati foto dan wajah gadis itu secara bergantian. “Wajah yang berusaha menyembunyikan kesedihan. Mengapa rasanya aku pernah melihatnya? Di mana, ya?”

Benar! Gadis itu seakan sedang berusaha menyuruh dirinya terlihat tegar dan penuh kekuatan agar dapat melindungi miliknya yang tersisa. Ketika lampu merah mulai menyala, gadis itu juga mulai melangkah dan menikmati setiap ketukan sepatunya di atas aspal beton. Setiap tetesan air hujan di atas payung dan bunyi sepatu beradu di jalan raya adalah musik baginya.

Telepon genggamnya bergetar. Gadis itu merogoh tasnya. Sambil berjalan setengah berlari, dia menerima panggilan untuknya.

“Hallo?”

“Kak! Kakak dimana?”

“Kamu sudah ada di rumah?”

“Iya.”

“Oh, aku sudah dekat. Aku jalan kaki ke rumah.”

“Tidak ada angkot, ya? Oh, iya kak. Tolong belikan bawang di warung depan gang, ya!  Aku sedang memasak. Ternyata, bawang kita sudah habis.”

“Iya, Ra.” Ichi memandang ke arah lampu merah. “Nanti akan aku belikan.”

Tepat ketika Ichi menutup pembicaraan telepon, lampu hijau menyala. Ichi menggerakkan tangan untuk memberhentikan angkot yang akan membawanya pulang ke rumah. Hanya satu angkot yang memiliki rute sampai ke depan rumah. Tetapi, karena angkotnya begitu jarang, Ichi memutuskan naik angkot yang lain lalu menyambung dengan berjalan kaki mulai dari persimpangan jalan. sebuah mobil mewah berwarna perak berbelok ke kompleks perumahan elite. Ichi berhenti dan menatap mobil itu sejenak.

“Aku memikirkan apa, sih? Di sini, pastilah banyak mobil mewah seperti itu dan memangnya kenapa jika aku memang pernah melihatnya?”

Ichi melanjutkan perjalanan ke gang rumahnya sendiri yang masih berada sekitar dua puluh meter lagi. Sebelum tiba di sana, Ichi mengingatkan dirinya untuk membeli bawang di warung Bu Lusi.

Kebetulan warung memang sedang sepi. Saat itulah, sebuah mobil berwarna perak itu menyemprotkan air dari jalan yang berlubang ke tubuh Ichi. Dia tidak menyangka bahwa mobil mewah yang sama akan menyemprotnya dan itu merupakan sebuah pertanda.


# OneDayOnePost
#EstrilookComunity
#Day-6

0 comments:

Post a Comment

About Me

Seorang ibu muda, guru, penulis
Powered by Blogger.