Mencintaimu Ibu, Mengenangmu Ayah (Uma dohot Bapa)



Uma!
Aku mencintaimu!
Kata-kata itu yang tidak pernah lekang dari hatiku. Uma, Engkau ibu yang kucintai. Sosokmu adalah wanita yang sederhana, punya penampilan dan kleinginan yang sederhana, tetapi punya impian yang besar untuk kami anak-anaknya.

Uma, terima kasih untuk segala perjuanganmu hingga kami seperti ini sekarang. Kami kini melangkah menuju orbit kami sendiri, tetapi kami akan berevolusi mengikuti orbitmu. Engkau adalah sumber cahaya kami. matahari kami. pusat dunia kami.

Dari rahimmu kami terlahir satu per satu. Kami menambah bebanmu, tetapi juga menambah kasih sayangmu untuk kami semua. Dengan tanganmu, engkau merawat, membesarkan, dan menyekolahkan kami sendirian karena ayah (Bapa) dipanggil oleh-Nya begitu cepat. Engkau juga menerima begitu banyak hinaan dan cobaan karena dipandang sebelah mata oleh pihak tertentu. Mungkin pada saat itu, mereka menganggap kami tidak akan mampu membelamu dan tidak ada sosok laki-laki di sisimu. Yang ada hanya adik laki-laki kami satu-satunya yang masih kecil yang saat itu masih balita.

Dari cerita yang kudengar, Engkau bahkan tidak tamat SD, tetapi prinsipmu adalah menyekolahkan kami minimal tamat dari Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ternyata dengan luar biasa malah mengantarkan kami lulus perguruan tinggi satu per satu. 

"Rejekiku dari Tuhan. Rejeki untuk menyekolahkan anak selalu dicukupkan-Nya."
Itu kata-kata yang selalu kudengar darimu Uma!

Saat kecil, Engkau harus mengalah untuk memberi kesempatan bagi adik-adikmu untuk sekolah. Baru menikah dengan ayah, Engkau langsung punya tanggung jawab membesarkan adik-adik ayah karena oppung (orang tua ayah) meninggal. Kemudian, saat kami masih kecil, Engkau harus menerima tanggung jawab untuk membesarkan 6 orang anak yang masih kecil-kecil. Kudengar banyak yang meminta kami untuk diadopsi, tetapi Engkau menolak. Terima kasih, Uma! Terima kasih, Ibu! Terima kasih pahlawan kami! Lalu, beberapa kali aku mendengar Engkau menangis saat mengira kami semua sudah tertidur. Lalu, tangisan itu menjadi senandung semangat buatmu untuk lebih kuat menghadapi dunia.






Uma!
Tahukah Engkau? Aku sangat bahagia setiap berjumpa denganmu. Akan tetapi, setiap melihat wajahmu, aku menyadari Engkau semakin tua. Aku menangis. Aku merasa tidak berdaya akan hal itu. Tetapi, aku tahu. Aku harus bersyukur karena Tuhan masih memberi umur panjang untukmu! Tetaplah seperti itu! Sehat selalu agar dapat menyaksikan kami semua sukses dan melihatku nanti mempunyai anak-anak yang akan membuat ramai rumah kita di kampung halaman setiap kali berkunjung dan berlomba memanggilmu oppung. Lihatlah mereka besar dan memujamu.

Aku ini orang yang keras. Engkau tahu itu. Tetapi, aku tidak pernah bisa menolakmu karena Engkau ibu yang luar biasa yang mengenal dan tahu cara cara menghadapi karakter-karakter berbeda dari enam orang anakmu. 




Bagaimana mungkin kami tega membuat kenakalan di sekolah atau menggunakan uang hasil kerja kerasmu  untuk berfoya-foya atau membeli sesuatu yang tidak begitu penting?

Aku tahu Engkau wanita yang luar biasa, cerdas, dan bijaksana. Banyak orang mengakui itu. Jika saat itu Engkau punya hidup lebih baik lalu punya kesempatan untuk sekolah hingga tamat SMA atau kuliah, sesukses apakah Engkau Ibu? Ah, sudahlah. Pasti Engkau sudah bahagia dengan kami sekarang ya, Uma?




Bapa! Aku agak lupa bagaimana cara memanggilmu, Yah. Usia 6 tahun Engkau sudah meninggalkanku. Adik kami yang paling kecil bahkan masih berusia lima bulan saat itu. Tidak dirasakannya keberuntunganku yang sebentar itu Ayah. tapi kami sungguh beruntung karena Engkau meninggalkan wanita yang luar biasa untuk menjaga kami. Bersyukurlah, Yah, karena Engkau mendapat wanita yang cantik, cerdas, dan bijaksana.

Saat itu, aku tidak menangis sama sekali, Yah. Aku tidak menangis saat Engkau pergi. Aku dengar orang-orang bilang kalau ayah sudah meninggal. Tetapi, meninggal itu apa, Ayah? Saat itu aku hanya memandangimu terbujur kaku lalu memandangi orang banyak. Tetapi, Ayah, mengapa setiap kali aku dimarahi Ibu atau diejek kawanku setelah itu aku selalu menangis dan mencarimu?

Kami baik-baik saja, Ayah. Aku  hanya ingin mengenangmu. Karena kami mencintaimu, Mencintai Uma, sang ibu keluarga kita.


#OneDayOnePost
#EstrilookComunity
#Day 10






29 comments:

  1. Luar biasa kakašŸ’•
    Sangat begitu terharu membaca postingan blog kakašŸ˜­

    Sama hal nya dengan yg kami alami

    Tetap smgaat kk
    Neve give up šŸ’ŖšŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih. Semoga kita selalu semangat dan mencintai ibu kita šŸ˜Š

      Delete
  2. Seribu kata nggak akan cukup saat menceritakan ibu.

    Semoga umanya sehat terus mbak...

    ReplyDelete
  3. terimakasih udah berbagi cerita tentang ibu mbak Denny, mengingatkan kembali pada sosok ibu yang tiada duanya di dunia ini

    ReplyDelete
  4. Ibu segalanya bg anak. Tidak akan terbayarkan sp kpn pun juga.

    ReplyDelete
  5. Salam takzim untuk ibunda tercinta ya,mbak. Semoga beliau sehat selalu

    ReplyDelete
  6. kasih ibu memang sepanjang masa, salam sayang untuk ibunda tercinta ya mbak

    ReplyDelete
  7. Sama kita mba. Ayah saya juga sudah meninggal. Sekarang saya menemani ibu bersama² menapaki naik turunnya kehidupan ☺

    ReplyDelete
  8. Perjuangan ibunya luar biasa ya, Mbak. Apalagi ditulis dengan bagus begini. Salam hormat buat beliau :)

    ReplyDelete
  9. Tidak ada yg bisa menggantikan kasih sayang seorang ibu...
    Ibu segala-galanya. Uhahahhahaaa sedih baca tulisannya.

    ReplyDelete
  10. Jadi inget emak yang selalu berkorban apapun untuk anak-anaknya:(

    ReplyDelete
  11. Saya jadi kangen ibu di kampung, hampir setiap hari telepon menanyakan kabar, bisa berjam2 :)

    ReplyDelete
  12. Salam untuk Ibunda Tercinta, semoga beliau selalu dilimpahkan kesehatan <3

    ReplyDelete
  13. Salut untuk perjuangan ibunya, Mbak. Jadi sedih bacanya, semoga beliau selalu sehat....

    ReplyDelete

About Me

Seorang ibu muda, guru, penulis
Powered by Blogger.